TUJUAN HUKUM ISLAM
Tuhan Mensyari’atkan hukum-Nya bagi manusia tentunya bukan tanpa tujuan,melainkan demi kesejahteraan,kemaslahatan manusia itu sendiri. Perwujudan perintah tuhan dapat dilihat lewat Alquran dan penjabaran dapat tergambar dari hadis nabi Muhammad SAW. Manusia luar biasa yang memiliki hak khusus untuk menerangkan kembali maksud Tuhan dalam Alquran. Tidak satu pun kalam Tuhan yang berakhir sia-sia tanpa dimengerti oleh hamba-Nya bahkan mungkin berakibat ruraknya tatanan hidup manusia. Kalam Tuhan tidak diinterpretasikan secara kaku (rigid) sehingga berakibat tidak terejawantahka nilai-nilai kemaslahatan universal bagi manusia.
Demi kemaslahatan manusia, interpretasi terhadap Alquran harus dilakukan secara arif dan bijiksana dengan menggunakan pendekatan filsafat. Dengan demikian nilai-nilai filosofis (substansial) dalam Alquran akan mampu terungkap. Teraplikasikannya kemaslahatan manusia (maslahatul ummat) merupakan cita-cita tuhan (tujuan) menurunkan risalah-Nya jadi, jangan membiarkan Alquran dan menggiringnya menjadi mimpi-nya yang tidak terungkap dan tidak tersentuh sama sekali (untouchable).
Dalam pandangan aksiologi ilmu pengetahuan dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan bagi manusia secara keseluruhan di dunia ini . dalam konsep Aiquran tujuannya mencakap dunia dan kehidupan setelah di dunia ini yang dalam bahjasa al-Syatibi disebutkan kebaikan dan kesejateraan ummat manusia.
A. Makna Tujuan Hukum
Kajian tentang maksud (tujuan) ditetapkannya hukum dalam lslam merupakan kajian yang sangat menarik dalam bidang usul fikih. Dalam perkembangan berikutnya, kajian ini merupakan kajian utama dalam filsafat hukum lslam. Sehingga dapat dikatakan baahwa istilah maqashid al-syari’ah identik dengan istilah filsafat hukum lslam (the philosophy of lslamic law). Istilah yang disebut terakhir ini melibatkan pertanyaan-pertanyaan kritis tentang tujuan ditetapkannya suatu hokum.
Secara lughawi (etimologi), maqashid al-syari’ah terdiri dari dua kata yakni maqashid dan al-syari’ah. maqashid berarti kesengajaan atau tujuan. Syari’ah artinya adalah jalan menuju sumber air atau jalan sumber pokok kehidupan . Menurut istilah (terminology) maqashid al-syari’ah adalah kandungan nilai yang menjadi tujuan persyari’atan hokum. jadi sebagaimana juga yang dikatakan oleh Ahmad al-Rausini dalam Nazhariyat al-maqashid ‘lnda al-Syatibi, maqashid al-syari’ah adalah maksud atau tujuan disyari’atkannya hokum lslam.
Al- syatibi mengatakan bahwa doktrin ini (maqashid al-syari’ah) adalah kelanjutan dan perkembangan dari konsep[ maslahah sebagaimana telah dicanangkan sebelum masa al-Syatibi dalam tinjauannya tentang hukum lslam, ia akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa kesatuan hukum lslam berarti kesatuan dalam asal-usulnya dan terlebih lagi dalam tujuan hukumnnya. Untuk mengakkan tujuan hukum ini, ia mengemukakan ajarannya tentang maqashid al-syari’ah dengan penjelasaan bahwa tujuan hukum adalah satu, yaitu kebaikan dan kesejahteraan umat manusia. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa tidak ditemukan istilah maqashid al-syari’ah secara jelas sebelum al-Syatibi era sebelumnya hanya pengungkapan masalah ‘illah hukum dan maslahat.
Dalam karyanya al-Muwafaqat, al-Syatibi mempergunakan kata yang berbeda-beda berkaitan dengan maqashid al-syari’ah. Fi al-syari’ah dan al-maqashid min syar’I alhukum. Namun, pada prinsipnya semuanya mengandung makna yang sama yaitu tujuan hukum yang diturunkan oleh Allah SWT.
Menurutnya, sesungguhnya syari’at itu bertujuan mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Kajian ini bertolak dari pandangan bahwa semua kewajiban (taklif) diciptakan dalam rangka merealisasikan kemaslahatan hamba.tidak satu pun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Sama dengan taklif mala mala yuthoq (membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan). Suatu hal yang tidak mungkin terjadi pada hukum-hukum tuhan.
Kandungan maqashid al-syari’ah adalah pada kemaslahatan. Kemaslahatan itu, melalui analasis maqashid al-syari’ah tidak hanya dilihat dalam arti teknis belaka, akan tetapi dalam upaya dinamika dan pengembangan hukum dilihat sebagai sesuatu yang mengandung nilai-nilai filosofis dari hukum-hukum yang disyari’atkan tuhan kepada manusia.
Rumusan maqasid itu terbagi kepada dua: yang pertama qasd syar’yang bermakna tujuan pencipta hukum, yaitu terdiri dari beberapa aspek yakni: tujuan utama pencipta hukum dalam melembagakan hukum itu sendiri; tujuan melembagakan hukum adalah supaya dapat dipahami dan untuk menuntut kewajiban taklifi serta memasukkan mukallaf (kondisi mukallaf baik tingkatannya, cirri-cirinya), relativitasnya dan keabsolutannya. Aspek lain ialah dimensi taklif yang dapat dipahami oleh subjeknya, tidak terbatas pada kata-katanya namun juga pemahaman budayanya.
Dalam rangka mewujidkan kemaslahatan di dunia dan akhirat, berdasarkan penelitian para ahli usul fikih, ada lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujidkan kelima unsur pokok tersebut adalah agama (hifz al-din), jiwa (hifz al-nafs), akal (hifz al-aql), keturunan (hifz al-nast) dan harta (hifz al-mal).
Dalam usaha mewujidkan dan memelihara ke lima unsur pokok tersebut, al-Syatibi membagi kepada tiga tingkatan maqashid atau tujuan syari’ah, yaitu: pertama, maqashid al-dharuriyaf (tujuan primer). Maqashid ini dimaksudkan untuk memelihara lima unsur pokok dalam kehidupan manusia. Kedua, maqashid alhajiyat (tujuan sekunder). Maksudnya untuk menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsure pokok menjadi lebih baik lagi. Ketiga, maqashid al-Ahsiniyar (tujuan tertier). Maksudnya agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk penyempurnaan pemelihara lima unsur pokok tersebut.
Pertama, yang disyari’atkan lslam untuk hal-hal yang Dharuri bagi manusia. Sebagaimana yang telah dikemukkan, bahwa hal-hal yang dharuri bagi manusia kembali kepada lima hal, yaitu: Agama,jiwa,akal,kehormatan,dan harta kekayaan. Agama lslam telah mensyari’atkan berbagai hukum yang menjamin terwujudkan dan terbentuknya masing-masing dari kelima hal tersebut dan berbagai hukum yang menjamin pemeliharaannya. Agama lslam mewujidkan hal-hal yang dharuri bagi manusia.
B. Memelihara Agama (Hifz al-din),
Secara umum Agama berarti : kepercayaan kepada Tuhan. Sedangkan Secara khusus Agama adalah sekumpulan akidah, ibadah, hukum dan undang- undang yang disyari’atkan oleh Allah SWT. Untuk mengatur hubungan manusia.dengan Tuhan mereka, dan perhubungan mereka satu sama lain. Untuk mewujudkan dan menegakkan Agama lslam telah mensyari’atkan iman dan berbagai hukum pokok yang lima yang menjadi dasar Agama lslam, yaitu: persaksian bahwa tiada Tuhan.melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan danmenunaikan haji ke Baitullah.
Menjaga atau melihara Agama berdasarkan kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga tinkat:
1. Memelihara Agama dalam perinkat dharuriyat yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk perinkat, seperti melaksanakan shalat lima waktu. Kalau shalat diabaikan maka terancamlah eksistensi agama.
2. Memelihara Agama dalam perinkat hajiyat, yaitu melaksanakan ketentuan Agama dengan maksud menghindari kesulitan seperti shalat jama’dan shalat qashar bagi orang yang sedang bepergian. Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan maka tidak akan megancam eksistensi Agama. Tetapi hanya akan mempersulit bagi orang yang akan melaksanakannya.
3. Memelihara Agama dalam perangkat tahsiniyat yaitu memengkapi pelaksanaan kewajiban kepada Tuhan. Sebagai contoh adalah menutup aurat dengan pakaian yang bagus dan indah baik dalam shalat maupun di luar shalat membersihankan badan, pakaian dan tempat kegiatan ini erat kaitannya dengan akhlak terpuji kalau hal ini tidak mungkin dilakukan maka tidak akan megancam eksistensi Agama tidak pula menyebabkan kesulitan bagi orang yang melaksanakannya. Maksudnya jika seseorang tidak dapat menggunakan penutup aurat dengan pakaian yang bagus dan sempurna, maka shalat Tetap dilaksanakan Sebagai dharuriyat sekalipun dengan pakaian yang minim.
C. Memelihara Jiwa (Hifzh al-Nafs)
Agama lslam dalam rangka mewujudkannya mensyari’atkan perkawinan untuk mendapatkan anak dan penerusan keturuan sertia kelangsungan jenis manusia dalam bentuk kelangsungan yang paling sempurna.
Memelihara jiwa berdasarkan tingkat kepentingannya dapat dibedaan menjadi tiga peringkat:
1. Memelihara jiwa dalam perinkat dharuriyat seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan atau mempertahankan hidup. Kalau kebutuhan pokok ini diabaikan maka akan berakibat terancamnya eksistensi manusia.
2. Memelihara jiwa dalam perinkat hajiyat, seperti diperbolehkan memburu binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halai. Kalau kegiatan ini diabaikan maka menyebabkan eksistensi manusia.terancam tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan hidup.
3. Memelihara jiwa dalam perinkat thasiniyat, seperti ditetapkannya tata cara makan dan mimun. kegiatan ini hanya berhubungan dengan kesopanan dan etika yang tidak akan mengancam eksistensi hidup manusia dan tidak pula mempersulitnya jika tidak dilaksanakan. Hal ini berbeda dengan pemeliharaan jiwa pada perinkat atas.
D. Memelihara Akal (Hifz al-Aql),
Untuk memelihara akal agama lslam mensyari’atkan pengharaman meminum khamar dan segala yang memabukkan dan mengenakan hukuman terhadap orang yang meminumnya atau mempergunakan segala yang memabukkan.
Memelihara akal dilihat dari kepentungannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
1. Memelihara akal dalam daruriyat, menjaganya dari hal yang merusak seperti meminum keras, narkoba, dan jenis lainnya.
2. Memelihara akal dalam peringkat hajiyat, seperti dianjurkannya menuntut ilmu pengetahuan jika hal ini tidak dilakukan maka tidak akan menyebabkan eksistensi akal manusia hilang tetapi akan menimbulkan kesulitan hidup karena kebodohan.
3. Memelihara akal dalam peringkat tahsinikat seperti menghindarkan dari menghayal atau memikirkan sesuatu yang tidak bermanfat.
E. Memelihara Keturunan (Hifzh al-Nas)
Untuk memelihara kehormatan Agama lslam telah mensyari’atkan hukum had bagi laki-laki yang berzina, perempuan yang berzina dan hukum hal bagi orang yang menuduh orang lain berbuat zina tanpa saksi.
Memelihara keturunan dilihat dari segi tingkat kebutuhannya akan dibedakan menjadi tiga peringkat:
1. Memelihara keturunan dalam peringkat dharuriyat seperti disyari’atkan nikah dan dilarang berzina, Kalau ketentuan akan terancam sebab tidak akan dikenali nasib dan hilangnya tanggung jawab tentang hak-hak yang harus dipenuhi terhadap anak.
2. Memelihara keturunan dalam peringkat hajiyat seperti ditetapkannya ketentuan menyebutkan mahar dalam akad nikah dan diberikan hak talak kepadanya. jika mahar tidak disebutkan pada waktu akad maka akan menyulitkan bagi suami karena harus membayar mahar mits. Maka jika suami tidak memiliki hal talak, maka akan menyulitkan dirinya sebab situsi rumah tangga yang tidak harmonis tidak mendapatkan jalan keluar.
3. Memelihara keturunan dalam peringkat tahsinikat sepert disyari’atkan khutbah atau walimah dalam perkawinan. Hal ini dilakukan merupakan pelengkap kegiatan perkawinan. jika ini tidak dilakukan maka tidak akan menimbulkan kesulitnya dalam keturunan itu.
F. Memelihara Harta (Hifzh al-Mal)
Untuk menghasilkan dan memperoleh hartakekayaan, agama lslam mensyari’atkan kewajiban berusaha mendapat rezeki, memperolehkan berbagai mu’amalah, pertukaran, perdagangan dan kerjasama dalam usaha. Sedangkan untuk memelihara harta kekayaan itu agama lslam mensyari’atkan pengharaman pencrian, menghukum had terhadap laki – laki maupun wanita yang mencuri,pengharaman penimpuan dan pengkhianatan sertia merusakkan harta orang lain, pence-gahan orang yang bodoh dan lalai serta menghidarkan bahaya.
Dilihat dari kepentingannya, Memelihara harta dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
1. Memelihara harta dalam peringkat dharuriyat seperti syariat tentang tata cara pemikikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan janlan yang tidak sah. Apabila ketentuan ini dilanggar maka mengancam eksistensi harta manusia.
2. Memelihara harta dalam peringkat hajiyat seperti syari’at tentang jual beli saham. Apabila cara ini tidak dipakai maka tidak akan mengancam eksistensi harta tetapi akan mentebabkan kesulitan bagi manusia untuk memiliki harta melalui transaksi jual beli.
3. Memelihara harta dalam peringkat tahsiniyat seperti ketentuan tentang menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan. Hal ini erat kaitannya dengan etika muamalah atau bisnis.
Kedua, yang disyari’atkan lslam untuk hal-hal yang bersifat Hajiyah bagi manusia. Hal-hal yang bersifat Hajiyah bagi manusia mrngacu kepada sesuatu yang menghindarkan ketentuan dari mereka, dan pertukaran. Agama lslam telah mensyari’atkan sejumlah hokum pada berbagai bab muamalah, ibadah, dan hukuman yang maksudnya ialah menghilangkan kesulitan dan memberikankemudahan bagi manusia.
Dalam bidang muamalah, agama lslam mensyari’atkan berbagai akad tasharraff yang dituntut oleh kebutuhan manusia, sebagaimana aneka macam jual beli, sewa-menyewa, persekutuan dan lain sebagainya.
Dalam hal hukuman, agama lslam menetapkan diat atas ‘aqilah (keluarga laki-laki pembutuhan karena hubungan keashabahan) terhadap orang yang melakukan pembutuhan karena tersalah penolakan berbagai hukuman had karena kesamaran, dan menetapkan hak memaafatkan dari qishash terhadap si pembuhan kepada wali si terbunuh.
Kegian yang disyari’atkan lslam untuk hal-hal yang bersifat tahsininiyyat bagi manusia. Agama lslam telah mensyari’atkan dalam berbagai bab ibadah,muamalah dan hukuman sejumlah hokum yang dimaksudkan untuk perbaikan dan keindahan serta membiasakan manusia dengan adat-istiadat yang terbaik sekaligus menunjuki mereka menuju jalan yang baik dan terlurus.
Dalam bidang ibadah lslam telah mensyari’atkan bersuci bagi badan pakaian tempat penutup aurat dan menghindari najis-najis dan meganjurkan untuk mempergunakan perhiasan di setiap mesjid.
Dalam bidang hokum agama lslam mengaramkan menbunuh para pendeta, anak-anak dan kaum wanita dalam jihad. Lslam melarang penyiksaan dan pengkhianatan, membunuh orang yang tak bersenjata membakar orang mati dan orang hidup
Tujuan Allah SWT. Mensyari’atkan hukumnya adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia sekaligus untuk menghidari mafsadah baik di dunia maupun di akhirat. Tujuan tersebut hendak dicapai melalui taklif yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber hokum yang utama al-Qur’an dan al-sunnah. Dalam rangka menwujudkan kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat berdasarkan penelitian ushul fiqh, ada lima unsur pokok yang harus dipelihara dan diwujudkan kelima unsur pokok tersebut adalah agama jiwa akal keturunan dan harta seorang mukallaf akan memperoleh kemaslahatan apabila dia dapat memlihara kelima unsur pokok tersebut sebaiknya. Dia akan mengahami Mafsadah jika tidak dapat memeliharanya.
Pemeliharaan terhadap lima unsur pokok krmaslahatan di atas dibedakan kepada tiga peringkat dharuriyat hajiiyat dan tahsiniyat. Pergelompokan ini didasarkan kepada tingkat kebutuhan dan skala prioritasnya. Urutan kepenringan ini akan terlihat kepentingannya, manakala kemaslahatan yang ada pada masing-masing peringkat bertentangan satu sama lain. Dalam hal ini peringkat dharuriyat menempati urutan pertama disusul oleh hajjiyat dan kemudian di susun oleh tahsiniyah. Namun di sisi lain dapat dilihat bahwa peringkat ketiga melengkapi peringkat kedua dan peringkat kedua melengkapi peringkat pertama.
Memelihara kelompok dhoruriyat maksudnya adalah memelihara kebutuhan-kebbutuhan yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia. Kebutuhan esensial itu adalah memelihara agama,jiwa,akal,keturunan dan harta sehinggaeksistensi lima unsure pokok ini tidak terancam. Tidak terpenuhinya atau tidak terpeliharanya unsurr-unsur pokok itu akan mengakibatkan terancamnya eksistensi kehidupan manusia.kebutuhan esensinal itu adalah memeliharaan agama jiwa akal keturunan dan harta sehingga eksistensi lima unsur pokok ini tidak terancam tidak terpenuhinya atau tidak terpeliharaan unsure-unsur pokok itu akan mengakibat terancamnya eksistensi kehidupan manusia. Berbeda dengan kelompok dharuriyat kebutuhan dalam kelompok hajiyat tidak termasud kebutuhan esensial melakinkan kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari kesulitan hidupanya tidak terpeliharaan kelompok di atas tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan bagi manusia. Sedangkan kebutuhan dalam kelompok tahsiniyat adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan martakan seseorang dalam masyarakat dan dihadapan tuhannya sesuai dengan kepatutan apabila kebutuhan manusia pada bagian ini tidak terpenuhi atau terpelihara maka tidak menyebabnya eksistensi kehidupan manusia terancam atau mengahami kesulutan apabila kebutuhan manusia pada bagian ini tidak terpenuhi atau terpelihara maka tidak menyebabnya eksistensi kehidupan manusia terancam atau mengalami kesulitan tetapi hanya sekedar tidak mencapai kelayakan dan kepatutan dalam penilaian akal yang sehat dan fitrah yang suci.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa tujuan hukum lslam adalah menciptakan kemaslahatan terhadap kehidupan manusia dengan memelihara unsure-unsur pokok kemaslahatan manusia berupa agama jiwa akal keturunan dan harta tinkat pemeliharaan terhadap unsure-unsur ini dibedakan dalam tingkat yang disebut dengan al-dharuriyat al-hajiyat dan al-tahsiniyat.
Al-Quran dan al-sunnah sebagai sumber ajaran lslam yang lengkap dalam arti prinsip-prinsip dasar tentang hokum dengan berbagai aspeknya harus dipahami dengan metode-metode ijtihad dengan memberi penekanan pada maqashid alsyari’ah.
Konsep ini merupakan altenatif terbaik untuk pengembangan metode-metode ijtihad. Pemahaman terhadap pertimbangan maqashid al-syari’ah sebagai pendekakan filosofis dapat lebih dinamis dalam memahami hukum lslam seecata konsetekstual dan dapat menangkap ruh ajaran lslam yang sebenarnya.
Catatan:
Hans wehr, A Dictionary of Moden Arabic, J. Milton Cowan (ed) London: Mac Donald and Evan Ltd, 1980:767
Lbnu Manzur al-Afriqi, Lisan al-Arab, Beirut: Dar al-Sadr, tt., 175
Lbid.
Ahmad al-Haji al-kurdi, al-Madkhal AL-fiqh: AL-qawaid AL-kulliyah, Damsyiq: Dar Al-Ma’arif, 1980, 186
Muhammad Khalid Mas’ud, Filsafat Hukum lslam: Studi Tentang Kehidupan Dan Pemikiran Abu Lshaq Al-Shatibi, Bandung: Penerbit Pustaka 1996: 239
Al-syatibi, AL-Muwafaqat FI ushul AL-syariah, Kairo: Mustafa Muhammad tt, Jilid I: 21
AL-Syatibi, Ibid,150
Fathunahman Djamil,Filsafat, Hal.128
AL-Syatibi,AL-Muwafaqat., Jilid II:8-11
Fathunahman Djamil,Filsafat hal. 128
Ibid., hal 129
Ibid., hal. 129-130
Ibid.
Ibid., hal. 13
Wahbah al-zuahili, ushul.hal.
Abd al-wahhab khallaf, ushul, hal. 197
Ibid., hal., 199
Ibid., hal. 200
Ibid.
ไม่มีความคิดเห็น:
แสดงความคิดเห็น